Surabaya - Kajati Jatim Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL., memimpin Ekspose Mandiri 5 (lima) perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif. Kamis (3/10/2024).
Dalam giat, Kajati Jatim didampingi oleh Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Kota Malang, Kajari Tanjungperak dan Kajari Kabupaten Mojokerto.
Baca juga:
Jum'at Berkah Rutin Perhutani Banyuwangi
|
"Ekspose perkara dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, " ujar Kajati Jatim, Mia Amiati.
Ekspose perkara terdiri 4 (empat) Perkara Orharda, yang terdiri dari 3 (tiga) perkara Laka Lantas yang memenuhi ketentuan melanggar Kesatu Pasal 310 ayat (3) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Baca juga:
Perhutani Survey Lisdes Dalam Kawasan Hutan
|
Atau Kedua Pasal 310 ayat (2) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diajukan oleh Kejari Bojonegoro.
Perkara melanggar Pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lalu lintas) yang diajukan oleh Kejari Tanjungperak.
Perkara melanggar Pasal 310 Ayat (4), (3) UU RI No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lalu lintas) yang diajukan oleh Kejari Sumenep.
1 (satu) perkara Penipuan disangka melanggar Pasal 378 dan atau 372 KUHP yang diajukan oleh Kejari Sumenep.
1 (satu) Perkara Kamneg Tibum : Yaitu perkara yang melanggar Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, diajukan oleh Kejari Kabupaten Mojokerto.
Mia Amiati mengatakan, semangat keadilan restoratif, bukan lagi pemenjaraan, tapi pemulihan perkara pidana, namun harus mengacu pada Peraturan Kejaksaan Agung (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menerapkan restorative justice juga harus mempertimbangkan tingkat ketercelaan, sikap batin pelaku, kepentingan hukum yang dilindungi, kerugian atau akibat yang ditimbulkan, serta memperhatikan rasa keadilan masyarakat termasuk kearifan lokal, " pungkas Kajati Jatim Mia Amiati.@Red.